Selasa, 31 Desember 2013

Radikal Bebas


Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu ion, atom atau molekul yang memiliki elektron tak berpasangan. Karena elektron tak berpasangan inilah yang membuat radikal bebas sangat reaktif terhadap senyawa lain atau terhadap senyawa sejenisnya. Molekul-molekul radikal bebas dapat berdimerisasi atau berpolimerisasi secara spontan jika bersentuhan satu sama lain. Hanya pada konsentrasi sangat rendah dalam media inert atau hampa radikal bebas bersifat stabil.
Contoh radikal bebas sederhana adalah radikal hidroksil (HO•), yaitu senyawa yang mempunyai satu atom hidrogen terikat pada satu atom oksigen. Contoh radikal bebas yang lain adalah karben (:CH2) yang mempunyai dua elektron tak berpasangan, dan anion superoksida (•O−2) yaitu molekul yang kelebihan elektron.
Perlu diketahui bahwa anion hidroksil (HO), kation karbenium (CH3+) dan anion oksida (O2−) bukan radikal karena ikatan yang terbentuk faktanya diakibatkan oleh adanya penambahan atau pelepasan elektron.
Pembentukan Radikal Bebas
Pembentukan radikal bebas diakibatkan oleh adanya pemecahan ikatan kovalen secara homolitik. Pemecahan homolitik membutuhkan energi yang sangat besar. Sebagai contoh, pemecahan H2 menjadi 2H· mempunyai ΔH° sebesar +435 kJ/mol dan Cl2 menjadi 2Cl· membutuhkan +243 kJ/mol. Hal ini dikenal dengan energi disosiasi homolitik yang disingkat dengan ΔH°. Energi ikatan antara dua atom berikatan kovalen dipengaruhi oleh struktur molekul. Pemecahan homolitik kebanyakan terjadi pada dua atom yang mempunyai elektronegativitas yang hampir sama. Dalam kimia organik, sering terjadi pada ikatan O-O pada peroksida.

Permasalahan
Bagaimana proses terjadinya radikal bebas secara homolitik dan berikan contohnya !

Minggu, 29 Desember 2013

KONTROL TERMODINAMIKA DAN KINETIKA DALAM REAKSI SENYAWA ORGANIK (KONDENSASI KARBONIL)

KONTROL TERMODINAMIKA DAN KINETIKA DALAM REAKSI KONDENSASI KARBONIL

Pendahuluan
Kontrol termodinamika atau kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan komposisi campuran produk reaksi ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang berbeda serta selektivitas dari pengaruh kondisi reaksi tersebut. Kondisi reaksi seperti suhu, tekanan atau pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol termodinamik maupun kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia. Kedua kontrol reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari produk) Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali termodinamika (ekuilibrium, kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam sistem lebih stabil. 2. Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk) Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol kinetik (tingkat, kondisi irreversible) dan produk utama adalah produk yang dihasilkan dari reaksi tercepat. Reaksi sederhana berikut (gambar 1) adalah koordinat diagram yang menggambarkan dasar tentang kontrol termodinamika dan kinetika. Pada diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa bahan awal (SM) dapat bereaksi untuk memberikan dua produk yang berbeda yaitu P1 (garis hijau) dan P2 (garis biru) melalui jalur yang berbeda. Reaksi 1 (hijau) menghasilkan P1, dimana reaksi pada P1 akan bereaksi lebih cepat karena memiliki keadaan transisi lebih stabil (TS1). Hal ini karena adanya penghalang aktivasi yang lebih rendah. Jadi P1 adalah produk kinetik. Reaksi 2 (biru) menghasilkan P2. P2 adalah produk yang lebih stabil karena berada pada energi yang lebih rendah dari P1. Jadi P2 adalah produk termodinamika.
Sekarang diperhatikan apabila temperatur pada reaksi tersebut diubah sehingga energi rata–rata molekul berubah :
1. Pada tempearture rendah, reaksi terjadi sepanjang jalur hijau (P1) dan akan berhenti ketika kekurangan energi untuk membalikkan ke SM (irreversibel),
sehingga rasio produk reaksi ditentukan oleh tingkat pembentukan P1 dan P2, K1: K2.
2. Pada temperatur sedikit lebih tinggi akan menjadi reversibel sementara reaksi 2 tetap irreversibel. Jadi meskipun P1 dapat membentuk awalnya, dari waktu ke waktu akan kembali ke SM dan bereaksi untuk menghasilkan produk P2 yang lebih stabil.
3. Pada suhu tinggi, baik reaksi 1 dan 2 adalah reversibel dan rasio produk reaksi ditentukan oleh konstanta kesetimbangan untuk P1 dan P2; K1 : K2
Gambar 1. Diagram kontrol termodinamika dan kinetika
Apa yang dimaksud dengan Reaksi Kondensasi Karbonil ?
Reaksi aldol merupakan salah satu contoh reaksi kondensasi karbonil, reaksi ini sangat penting dalam kimia organik. Apabila suatu aldehida diolah dengan basa seperti NaOH dalam air, maka ion enolat yang terjadi dapat bereaksi pada gugus karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hal ini akan dihasilkan suatu adisi satu molekul aldehida ke molekul aldehida lain. Reaksi ini disebut suatu reaksi kondensasi aldol (Aldehida dan alkohol).
Suatu reaksi kondensasi ialah reaksi dimana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya molekul kecil seperti air. Berlangsungnya reaksi kondensasi aldol ini dapat dijelaskan sebagai berikut, jika asetaldehida diolah dengan larutan natrium hidroksida berair, maka akan terbentuk ion enolat dalam konsentrasi rendah. Reaksi tersebut
reversibel, pada saat ion enolat bereaksi akan terbentuk lagi yang baru. Ion enolat bereaksi dengan suatu molekul aldehida lain dengan cara mengadisi pada karbon karbonil untuk membentuk ion alkoksida, selanjutnya merebut sebuah proton dari dalam air untuk menghasilkan produk aldol. Produk aldol tersebut mudah mengalami dehidrasi membentuk senyawa α, β tidak jenuh. Hal ini karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi dengan gugus karbonil. Aldehida awal pada reaksi kondensasi aldol harus mengandung satu hidrogen yang berposisi α terhadap gugus karbonil, sehingga aldehida lain dapat membentuk ion enolat dalam basa. Produk aldol tersebut masih memiliki suatu gugus karbonil dengan hidrogen α. Dengan demikian masih dapat bereaksi lebih lanjut membentuk trimer, tetramer maupun polimer sebagai produk samping.
Suatu aldehida tanpa hidrogen α tidak dapat membentuk ion enolat, dengan demikian tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi adol. Namun apabila aldehida semacam ini dicampur dengan aldehida yang memiliki hidrogen α dapat terjadi kondensasi, yaitu yang disebut dengan kondensasi aldol silang.
Bagaimana dengan Mekanisme Reaksi Kondensasi Karbonil ?
Gugus karbonil (gambar 2) mempunyai sisi–sisi reaktif (sisi basa, sisi asam dan sisi elektrofilik) sehingga suatu reaksi aldol dapat terjadi melalui kondisi asam ataupun basa, di sisi lain suatu karbonil dapat berperan sebagai elektrofil.
Gambar 2. Sisi–sisi reaktif gugus karbonil
Reaksi aldol dapat berlangsung melalui dua dasar mekanisme yang berbeda. Senyawa–senyawa karbonil seperti aldehida dan keton dapat dikonversi ke bentuk enol atau enol eter sebagai nukleofil. Nukleofil tersebut dapat menyerang gugus karbonil yang terprotonasi, seperti aldehida terprotonasi. Inilah yang disebut dengan mekanisme enol. Senyawa–senyawa karbonil sebagai asam karbon juga dapat terprotonasi ke bentuk enolat yang jauh lebih nukleofil dari pada enol atau enol eter dan dapat menyerang elektrofil langsung. Suatu elektrofil biasanya adalah aldehida karena keton kurang reaktif. Inilah yang disebut dengan mekanisme enolat. Untuk mekanisme dasar reaksi enol dan enolat terlihat pada gambar 3. Apabila kondisi reaksi keras (misalnya NaOMe, MeOH, refluks) kondensasi dapat terjadi, namun hal ini dapat dihindari dengan reagen ringan dan suhu rendah (misalnya LDA/ basa kuat, THF, -78 °C. Walaupun adisi aldol biasanya prosesnya hampir sempurna, namun reaksinya adalah reversibel. Penanganan reaksi aldol dengan basa kuat akan menginduksi pembelahan retro–aldol (terbentuk bahan awal). Untuk kondensasi aldol adalah irreversibel.
Gambar 3. Mekanisme dasar enol dan enolat
Mekanisme enol Langkah awal dalam mekanisme suatu reaksi kondensasi aldol dalam katalis asam meliputi terjadinya tautomerisasi dari senyawa karbonil ke bentuk enol. Asam ini juga berfungsi untuk mengaktifkan gugus karbonil lain dengan protonasi, sehingga menyebabkan gugus tersebut sangat elektrofil. Bentuk enol adalah sebagai nukleofil (pada karbon α), yang akan menyerang karbonil terprotonasi, mengarah ke aldol setelah deprotonasi. Selanjutnya akan mengalami dehidrasi sehingga terbentuk senyawa karbonil tidak jenuh. Mekanisme selengkapnya tersaji pada gambar 4.
Tahap 1. Mekanisme aldol terkatalis asam
Tahap 2. Dehidrasi
Gambar 4. Mekanisme enol Mekanisme enolat Dalam reaksi kondensasi ini apabila digunakan katalis basa moderat seperti ion hidroksida atau alkoksida, maka reaksi aldol terjadi melalui serangan nukleofil oleh stabilitas resonansi ion enolat pada gugus karbonil. Produk aldol adalah garam alkoksida, kemudian terbentuk aldol itu sendiri. Setelah itu mengalami dehidrasi membentuk senyawa karbonil tidak jenuh. Mekanisme selengkapnya dapat dilihat pada gambar 5.
Tahap 1. Mekanisme aldol terkatalis basa
Tahap 2. Dehidrasi
Gambar 5. Mekanisme enolat
Kontrol dalam Reaksi Kondensasi Aldol Permasalahan kontrol dalam reaksi aldol dapat dijelaskan pada contoh reaksi berikut ini (gambar 6), yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan hipotesis reaksi.
Gambar 6. Reaksi aldol dengan empat produk
Dalam reaksi tersebut dua keton asimetris dikondensasikan menggunakan katalis natrium etoksida. Dimana kebasaan dari natrium etoksida adalah sedemikian rupa sehingga salah satu keton tidak dapat terdeprotonasi, namun dapat menghasilkan sejumlah kecil natrium enolat dari kedua keton tersebut. Hal ini berarti bahwa selain berpotensi sebagai elektrofil aldol, kedua keton juga dapat bertindak sebagai nukleofil melalui natrium enolatnya. Dua elektrofil dan dua nukleofil tersebut dapat berpotensi untuk menghasilkan empat produk aldol. Apabila dinginkan hanya satu produk maka reaksi harus dikontrol pada adisi aldol tersebut. Pengontrolan ini dapat ditempuh dengan dua pendekatan, yaitu kontrol enol dan enolat. Pertama kontrol enol. Apabila salah satu reaktan jauh lebih asam dari yang lain, maka kontrol dapat terjadi secara otomatis. Proton paling asam yang dikendalikan oleh basa, maka yang terbentuk adalah enolat. Tipe kontrol ini berlaku apabila terdapat perbedaan keasaman yang cukup besar serta tidak ada kelebihan basa yang digunakan untuk reaksi. Kontrol yang paling sederhana adalah jika hanya salah satu reaktan memiliki proton asam dan molekul ini hanya membentuk enolat.
Gambar 7. Contoh reaksi dalam kontrol keasaman Sebagai contoh (gambar 7), bahwa adisi dietilmalonat pada benzaldehida hanya menghasilkan satu produk. Dalam kasus ini proton metilen teraktivasi dari malonat akan secara istimewa terdeprotonasi oleh natrium etoksi secara kunatitatif membentuk natrium enolat. Oleh karena benzaldehida tidak memiliki proton α, maka hanya ada satu kemungkinan kondensasi yaitu nukleofil–elektrofil. Dengan demikian sistem kontrol telah tercapai. Dapat diperhatikan bahwa pendekatan ini merupakan kombinasi dari dua elemen kontrol yaitu : peningkatan keasaman proton α pada nukleofil serta pengurangan proton α pada elektrofil.
Kedua kontrol enolat. Salah satu solusi yang umum adalah dengan membentuk enolat pada reaktan pertama, kemudian menambahkan reaktan yang lain dibawah kontrol kinetik. Kontrol kinetik berarti bahwa reaksi aldol harus secara signifikan lebih cepat daripada reaksi retro–aldol terbalik. Untuk keberhasilan pendekatan ini, dua kondisi lain juga harus dipenuhi yaitu dimungkinkan harus terbentuk enolat dari salah satu reaktan dan reaksi aldol secara signifikan harus lebih cepat daripada transfer enolat dari satu reaktan ke reaktan yang lain. Kondisi kontrol kinetik secara umum meliputi pembentukan enolat sebuah keton dengan LDA pada -78°C, diikuti dengan penambahan aldehida yang lambat. Enolat dapat terbentuk dengan menggunakan basa kuat (kondisi keras) atau dengan asam Lewis dan basa lemah (kondisi lunak). Mekanisme pembentukan enolat ini dapat dilihat pada gambar 8. Supaya deprotonasi terjadi maka harus ada persyaratan stereoelektronik, yaitu bahwa ikatan sigma C–H α harus dapat overlap dengan orbital π* karbonil.
Gambar 8. Pembentukan enolat pada basa kuat dan lemah
Gambar 9. Persyaratan stereoelektronik enolat Berikutnya adalah mengenai persyaratan geometri dari enolat (gambar 10). Pada skema reaksi kedua dapat dikatakan bahwa > 99 % adalah E enolat, bukan Z enolat. Untuk keton kondisi enolasi paling banyak memberikan Z enolat. Sedangkan ester kondisi enolasi paling banyak memberikan E enolat. Adisi HMPA telah diketahui untuk membalikkan stereoselektifitas deprotonasi.
Gambar 10. Persyaratan geometri enolat
Formasi stereoselektifitas enolat telah dirumuskan, yaitu yang disebut dengan model Ireland, walaupun validitasnya agak diragukan. Namun model Ireland ini tetap menjadi alat yang berguna untuk memahami enolat (gambar 11). Dalam model Ireland tersebut deprotonasi diasumsikan proses oleh keadaan transisi monomer beranggotakan enam. Semakin besar dua substituen dari elektrofil (metil adalah
lebih besar dari proton) yang terletak pada posisi equatorial pada keadaan transisi, maka akan mengarahkan produk E enolat. Model ini tidak berlaku dalam banyak kasus, misalnya jika campuran pelarut berubah dari THF ke HMPA–THF. Dalam hal ini geometri enolat adalah kebalikannya.
Gambar 11. Model Ireland untuk enolat
Kontrol termodinamika dan kinetika dari enolat Apabila keton asimetrik direaksikan dalam kondisi basa, hal ini berpotensi ke bentuk dua regioisomer enolat (mengabaikan geometri enolar), dapat dilihat pada gambar 12. Adanya enolat trisubstitusi mengarah pada kinetika dari enolat, sedangkan enolat tetrasubstitusi mengarah ke termodinamika dari enolat. Hidrogen α terdeprotonasi untuk membentuk enolat kinetika adalah kurang menghambat, oleh karena deprotonasi lebih cepat. Secara umum olefin tetrasubstitusi lebih stabil dari pada olefin trisubstitusi oleh adanya stabilisasi hiperkonjugasi. Rasio regioisomer ini dipengaruhi oleh pilihan basa.
Gambar 12. Produk termodinamika dan kinetika
Pada contoh reaksi tersebut kontrol kinetika dapat dilakukan dengan menggunakan LDA pada suhu -78 °C, hal ini akan memberikan perbandingan kinetika : termodinamika sebesar 99 : 1. Sedangkan kontrol termodinamika dapat dilakukan dengan trifenil metil litium pada suhu kamar, akan memberikan selektivitas 10 : 90.
Secara umum, kinetika dari enolat dilakukan dengan cara reaksi dilakukan pada kondisi dingin, hal ini akan terjadi ikatan ionik antar logam–oksigen dan deprotonasi berlangsung cepat dalam kondisi yang lebih ringan. Sedangkan termodinamika dari enolat terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dan terjadi ikatan kovalen logam–oksigen. Waktu kesetimbangan lebih longgar pada deprotonasi dengan sejumlah sub-stoikiometrik dari basa kuat. Penggunaan sejumlah sub-stoikiometrik basa memungkinkan dihasilkan sejumlah kecil fraksi senyawa karbonil tak–terenolasi untuk menyeimbangkan enolat ke regioisomer termodinamika dengan bertindak sebagai sumber proton.

Rabu, 04 Desember 2013

teori asam basa

Teori asam dan basa Arrhenius

Teori
  • Asam adalah zat yang menghasilkan ion hidrogen dalam larutan.
  • Basa adalah zat yang menghasilkan ion hidroksida dalam larutan.
Penetralan terjadi karena ion hidrogen dan ion hidroksida bereaksi untuk menghasilkan air.

Pembatasan teori
Asam hidroklorida (asam klorida) dinetralkan oleh kedua larutan natrium hidroksida dan larutan amonia. Pada kedua kasus tersebut, kamu akan memperoleh larutan tak berwarna yang dapat kamu kristalisasi untuk mendapatkan garam berwarna putih – baik itu natrium klorida maupun amonium klorida.
Keduanya jelas merupakan reaksi yang sangat mirip. Persamaan lengkapnya adalah:


Pada kasus natrium hidroksida, ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari natrium hidroksida – sejalan dengan teori Arrhenius.
Akan tetapi, pada kasus amonia, tidak muncul ion hidroksida sedikit pun!
anda bisa memahami hal ini dengan mengatakan bahwa amonia bereaksi dengan air yang melarutkan amonia tersebut untuk menghasilkan ion amonium dan ion hidroksida:

Reaksi ini merupakan reaksi reversibel, dan pada larutan amonia encer yang khas, sekitar 99% sisa amonia ada dalam bentuk molekul amonia. Meskipun demikian, pada reaksi tersebut terdapat ion hidroksida, dan kita dapat menyelipkan ion hidroksida ini ke dalam teori Arrhenius.
Akan tetapi, reaksi yang sama juga terjadi antara gas amonia dan gas hidrogen klorida.

Pada kasus ini, tidak terdapat ion hidrogen atau ion hidroksida dalam larutan – karena bukan merupakan suatu larutan. Teori Arrhenius tidak menghitung reaksi ini sebagai reaksi asam-basa, meskipun pada faktanya reaksi tersebut menghasilkan produk yang sama seperti ketika dua zat tersebut berada dalam larutan. Ini adalah sesuatu hal yang lucu!

Teori asam dan basa Bronsted-Lowry

Teori
  • Asam adalah donor proton (ion hidrogen).
  • Basa adalah akseptor proton (ion hidrogen).
Hubungan antara teori Bronsted-Lowry dan teori Arrhenius
Teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius – Teori Bronsted-Lowry merupakan perluasan teori Arrhenius.
Ion hidroksida tetap berlaku sebagai basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan membentuk air.
Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan molekul air melalui pemberian sebuah proton pada molekul air.
Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroklorida, molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen dativ) terbentuk antara satu pasangan mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl. Menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.

Ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa, yang berfungsi sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton ditransferkan dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air.

Tampilan elektron terluar, tetapi mengabaikan elektron pada bagian yang lebih dalam:
Adalah sesuatu hal yang penting untuk mengatakan bahwa meskipun anda berbicara tentang ion hidrogen dalam suatu larutan, H+(aq), sebenarnya anda sedang membicarakan ion hidroksonium.
Permasalahan hidrogen klorida / amonia
Hal ini bukanlah suatu masalah yang berlarut-larut dengan menggunakan teori Bronsted-Lowry. Apakah anda sedang membicarakan mengenai reaksi pada keadaan larutan ataupun pada keadaan gas, amonia adalah basa karena amonia menerima sebuah proton (sebuah ion hidrogen). Hidrogen menjadi tertarik ke pasangan mandiri pada nitrogen yang terdapat pada amonia melalui sebuah ikatan koordinasi.
Jika amonia berada dalam larutan, amonia menerima sebuah proton dari ion hidroksonium:

Jika reaksi terjadi pada keadaan gas, amonia menerima sebuah proton secara langsung dari hidrogen klorida:

Cara yang lain, amonia berlaku sebagai basa melalui penerimaan sebuah ion hidrogen dari asam.
Pasangan konjugasi
Ketika hidrogen klorida dilarutkan dalam air, hampir 100% hidrogen klorida bereaksi dengan air menghasilkan ion hidroksonium dan ion klorida. Hidrogen klorida adalah asam kuat, dan kita cenderung menuliskannya dalam reaksi satu arah:

Pada faktanya, reaksi antara HCl dan air adalah reversibel, tetapi hanya sampai pada tingkatan yang sangat kecil. Supaya menjadi bentuk yang lebih umum, asam dituliskan dengan HA, dan reaksi berlangsung reversibel.

Perhatikan reaksi ke arah depan:
  • HA adalah asam karena HA mendonasikan sebuah proton (ion hidrogen) ke air.
  • Air adalah basa karena air menerima sebuah proton dari HA.
Akan tetapi ada juga reaksi kebalikan antara ion hidroksonium dan ion A-:
  • H3O+ adalah asam karena H3O+ mendonasikan sebuah proton (ion hidrogen) ke ion A-.
  • Ion A- adalah basa karena A- menerima sebuah proton dari H3O+.
Reaksi reversibel mengandung dua asam dan dua basa. Kita dapat menganggapnya berpasangan, yang disebut pasangan konjugasi.
Ketika asam, HA, kehilangan sebuah proton asam tersebut membentuk sebuah basa A-. Ketika sebuah basa, A-, menerima kembali sebuah proton, basa tersebut kembali berubah bentuk menjadi asam, HA. Keduanya adalah pasangan konjugasi.
Anggota pasangan konjugasi berbeda antara satu dengan yang lain melalui kehadiran atau ketidakhadiran ion hidrogen yang dapat ditransferkan.
Jika anda berfikir mengenai HA sebagai asam, maka A- adalah sebagai basa konjugasinya.
Jika anda memperlakukan A- sebagai basa, maka HA adalah sebagai asam konjugasinya.
Air dan ion hidroksonium juga merupakan pasangan konjugasi. Memperlakukan air sebagai basa, ion hidroksonium adalah asam konjugasinya karena ion hidroksonium memiliki kelebihan ion hidrogen yang dapat diberikan lagi.
Memperlakukan ion hidroksonium sebagai asam, maka air adalah sebagai basa konjugasinya. Air dapat menerima kembali ion hidrogen untuk membentuk kembali ion hidroksonium.
Contoh yang kedua mengenai pasangan konjugasi
Berikut ini adalah reaksi antara amonia dan air yang telah kita lihat sebelumnya:

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah forward reaction terlebih dahulu. Amonia adalah basa karena amonia menerima ion hidrogen dari air. Ion amonium adalah asam konjugasinya – ion amonium dapat melepaskan kembali ion hidrogen tersebut untuk membentuk kembali amonia.
Air berlaku sebagai asam, dan basa konjugasinya adalah ion hidroksida. Ion hidroksida dapat menerima ion hidrogen untuk membentuk air kembali.
Perhatikanlah hal ini pada tinjauan yang lain, ion amonium adalah asam, dan amonia adalah basa konjugasinya. Ion hidroksida adalah basa dan air adalah asam konjugasinya.
Zat amfoter
Anda mungkin memperhatikan (atau bahkan mungkin juga tidak memperhatikan!) bahwa salah satu dari dua contoh di atas, air berperilaku sebagai basa, tetapi di lain pihak air berperilaku sebagai asam.
Suatu zat yang dapat berperilaku baik sebagai asam atau sebagai basa digambarkan sebagai amfoter.
Teori asam dan basa Lewis
Teori ini memperluas pemahaman anda mengenai asam dan basa.
Teori
  • Asam adalah akseptor pasangan elektron.
  • Basa adalah donor pasangan elektron.

Hubungan antara teori Lewis dan teori Bronsted-Lowry

Basa Lewis
Hal yang paling mudah untuk melihat hubungan tersebut adalah dengan meninjau dengan tepat mengenai basa Bronsted-Lowry ketika basa Bronsted-Lowry menerima ion hidrogen. Tiga basa Bronsted-Lowry dapat kita lihat pada ion hidroksida, amonia dan air, dan ketiganya bersifat khas.
Teori Bronsted-Lowry mengatakan bahwa ketiganya berperilaku sebagai basa karena ketiganya bergabung dengan ion hidrogen. Alasan ketiganya bergabung dengan ion hidrogen adalah karena ketiganya memiliki pasangan elektron mandiri – seperti yang dikatakan oleh Teori Lewis. Keduanya konsisten.
Jadi bagaimana Teori Lewis merupakan suatu tambahan pada konsep basa? Saat ini belum – hal ini akan terlihat ketika kita meninjaunya dalam sudut pandang yang berbeda.
Tetapi bagaimana dengan reaksi yang sama mengenai amonia dan air, sebagai contohnya? Pada teori Lewis, tiap reaksi yang menggunakan amonia dan air menggunakan pasangan elektron mandiri-nya untuk membentuk ikatan koordinasi yang akan terhitung selama keduanya berperilaku sebagai basa.
Berikut ini reaksi yang akan anda temukan pada halaman yang berhubungan dengan ikatan koordinasi. Amonia bereaksi dengan BF3 melalui penggunaan pasangan elektron mandiri yang dimilikinya untuk membentuk ikatan koordinasi dengan orbital kosong pada boron.
Sepanjang menyangkut amonia, amonia menjadi sama persis seperti ketika amonia bereaksi dengan sebuah ion hidrogen – amonia menggunakan pasangan elektron mandiri-nya untuk membentuk ikatan koordinasi. Jika anda memperlakukannya sebagai basa pada suatu kasus, hal ini akan berlaku juga pada kasus yang lain.
Asam Lewis
Asam Lewis adalah akseptor pasangan elektron. Pada contoh sebelumnya, BF3 berperilaku sebagai asam Lewis melalui penerimaan pasangan elektron mandiri milik nitrogen. Pada teori Bronsted-Lowry, BF3 tidak sedikitpun disinggung menganai keasamannya.
Inilah tambahan mengenai istilah asam dari pengertian yang sudah biasa digunakan.
Bagaimana dengan reaksi asam basa yang lebih pasti – seperti, sebagai contoh, reaksi antara amonia dan gas hidrogen klorida?

Pastinya adalah penerimaan pasangan elektron mandiri pada nitrogen. Buku teks sering kali menuliskan hal ini seperti jika amonia mendonasikan pasangan elektron mandiri yang dimilikinya pada ion hidrogen – proton sederhana dengan tidak adanya elektron disekelilingnya.
Ini adalah sesuatu hal yang menyesatkan! anda tidak selalu memperoleh ion hidrogen yang bebas pada sistem kimia. HCl adalah suatu asam Lewis. Ion hidogen sangat reaktif dan selalu tertarik pada yang lain. Tidak terdapat ion hidrogen yang tidak bergabung dalam HCl.